Noer
Soetrisno
KOPERASI MEWUJUDKAN
KEBERSAMAAN DAN KESEJAHTERAAN: MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL DAN REGIONALISME BARU
Membangun
sistem Perekonomian Pasar yang berkeadilan sosial tidaklah cukup dengan
sepenuhnya menyerahkan kepada pasar. Namun juga sangatlah tidak bijak apabila
menggantungkan upaya korektif terhadap ketidakberdayaan pasar menjawab masalah
ketidakadilan pasar sepenuhnya kepada Pemerintah. Koperasi sebagai suatu
gerakan dunia telah membuktikan diri dalam melawan ketidakadilan pasar karena
hadirnya ketidaksempurnaan pasar. Bahkan cukup banyak contoh bukti keberhasilan
koperasi dalam membangun posisi tawar bersama dalam berbagai konstelasi
perundingan, baik dalam tingkatan bisnis mikro hingga tingkatan kesepakatan
internasional. Oleh karena itu banyak Pemerintah di dunia yang menganggap
adanya persamaan tujuan negara dan tujuan koperasi sehingga dapat bekerjasama.
Meskipun
demikian di negeri kita sejarah pengenalan koperasi didorong oleh keyakinan
para Bapak Bangsa untuk mengantar perekonomian Bangsa Indonesia menuju pada
suatu kemakmuran dalam kebersamaan dengan semboyan "makmur dalam
kebersamaan dan bersama dalam kemakmuran". Kondisi obyektif yang hidup dan
pengetahuan masyarakat kita hingga tiga dasawarsa setelah kemerdekaan memang
memaksa kita untuk memilih menggunakan cara itu. Persoalan pengembangan
koperasi di Indonesia sering dicemooh seolah sedang menegakan benang basah.
Pemerintah di negara-negara berkembang memainkan peran ganda dalam pengembangan
koperasi dalam fungsi "regulatory" dan "development".
Tidak jarang peran ‘”development”
justru tidak mendewasakan koperasi.
Koperasi
sejak kelahiranya disadari sebagai suatu upaya untuk menolong diri sendiri
secara bersama-sama. Oleh karena itu dasar "self help and
cooperation" atau "individualitet dan solidaritet"
selalu disebut bersamaan sebagai dasar pendirian koperasi. Sejak akhir abad
yang lalu gerakan koperasi dunia kembali memperbaharui tekadnya dengan
menyatakan keharusan untuk kembali pada jati diri yang berupa nilai-nilai dan
nilai etik serta prinsip-prinsip koperasi, sembari menyatakan diri sebagai
badan usaha dengan pengelolaan demoktratis dan pengawasan bersama atas
keanggotaan yang terbuka dan sukarela. Menghadapi milenium baru dan globalisasi
kembali menegaskan pentingnya nilai etik yang harus dijunjung tinggi berupa:
kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian kepada pihak lain
(honesty, openness, social responsibility and caring for others) (ICA,1995).
Runtuhnya rejim sosialis Blok-Timur dan kemajuan di bagian dunia lainnya
seperti Afrika telah menjadikan gerakan koperasi dunia kini praktis sudah
menjangkau semua negara di dunia, sehingga telah menyatu secara utuh. Dan kini
keyakinan tentang jalan koperasi itu telah menemukan bentuk gerakan global.
Koperasi
Indonesia memang tidak tumbuh secemerlang sejarah koperasi di Barat dan
sebagian lain tidak berhasil ditumbuhkan dengan percepatan yang beriringan
dengan kepentingan program pembangunan lainnya oleh Pemerintah. Krisis ekonomi
telah meninggalkan pelajaran baru, bahwa ketika Pemerintah tidak berdaya lagi
dan tidak memungkinkan untuk mengembangkan intervensi melalui program yang
dilewatkan koperasi justru terkuak kekuatan swadaya koperasi.
Di bawah arus rasionalisasi subsidi dan
independensi perbankan ternyata koperasi mampu menyumbang sepertiga pasar
kredit mikro di tanah air yang sangat dibutuhkan masyarakat luas secara
produktif dan kompetitif. Bahkan koperasi masih mampu menjangkau pelayanan
kepada lebih dari 11 juta nasabah, jauh diatas kemampuan kepiawaian perbankan
yang megah sekalipun. Namun demikian karakter koperasi Indonesia yang
kecil-kecil dan tidak bersatu dalam suatu sistem koperasi menjadikannya tidak
terlihat perannya yang begitu nyata.
Lingkungan keterbukaan dan desentralisasi
memberi tantangan dan kesempatan baru membangun kekuatan swadaya koperasi yang
ada menuju koperasi yang sehat dan kokoh
bersatu.
Menyambut pengeseran tatanan ekonomi dunia
yang terbuka dan bersaing secara ketat, gerakan koperasi dunia telah menetapkan
prinsip dasar untuk membangun tindakan bersama. Tindakan bersama tersebut
terdiri dari tujuh garis perjuangan sebagai berikut :
Pertama, koperasi akan mampu berperan secara baik kepada masyarakat ketika
koperasi secara benar berjalan sesuai jati dirinya sebagai suatu organisasi
otonom, lembaga yang diawasi anggotanya dan bila mereka tetap berpegang pada
nilai dan prinsip koperasi;
Kedua, potensi
koperasi dapat diwujudkan semaksimal mungkin hanya bila kekhususan koperasi
dihormati dalam peraturan perundangan;
Ketiga, koperasi dapat
mencapai tujuannya bila mereka diakui keberadaannya dan aktifitasnya;
Keempat, koperasi
dapat hidup seperti layaknya perusahaan lainnya bila terjadi "fair playing
field";
Kelima, pemerintah
harus memberikan aturan main yang jelas, tetapi koperasi dapat dan harus
mengatur dirinya sendiri di dalam lingkungan mereka (self-regulation);
Keenam, koperasi
adalah milik anggota dimana saham adalah modal dasar, sehingga mereka harus
mengembangkan sumberdayanya dengan tidak mengancam identitas dan jatidirinya,
dan;
Ketujuh, bantuan
pengembangan dapat berarti penting bagi pertumbuhan koperasi, namun akan lebih
efektif bila dipandang sebagai kemitraan dengan menjunjung tinggi hakekat
koperasi dan diselenggarakan dalam kerangka jaringan.
Bagi
koperasi Indonesia membangun kesejahteraan dalam kebersamaan telah cukup
memiliki kekuatan dasar kekuatan gerakan. Daerah otonom harus menjadi basis
penyatuan kekuatan koperasi untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan lokal
dan arus pengaliran surplus dari bawah. Ada baiknya koperasi Indoensia melihat
kembali hasil kongres 1947 untuk melihat basis penguatan koperasi pada tiga
pilar kredit, produksi dan konsumsi (Adakah keberanian melakukan
restrukturisasi koperasi oleh gerakan koperasi sendiri?)
Dengan mengembalikan koperasi pada fungsinya
(sebagai gerakan ekonomi) atas prinsip dan nilai dasarnya, koperasi akan
semakin mampu menampilkan wajah yang sesungguhnya menuju keadaan "bersama
dalam kesejahteraan" dan "sejahtera dalam kebersamaan”.
Jakarta, 8 Juli 2003
Oleh: Dr. Noer Soetrisno -- Deputi Bidang
Pengkajian Sumberdaya UKM, Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Republik Indonesia