Senin, 29 Juli 2013

KOPERASI MEWUJUDKAN KEBERSAMAAN


Noer Soetrisno


KOPERASI MEWUJUDKAN KEBERSAMAAN DAN KESEJAHTERAAN: MENJAWAB TANTANGAN GLOBAL DAN REGIONALISME BARU


Membangun sistem Perekonomian Pasar yang berkeadilan sosial tidaklah cukup dengan sepenuhnya menyerahkan kepada pasar. Namun juga sangatlah tidak bijak apabila menggantungkan upaya korektif terhadap ketidakberdayaan pasar menjawab masalah ketidakadilan pasar sepenuhnya kepada Pemerintah. Koperasi sebagai suatu gerakan dunia telah membuktikan diri dalam melawan ketidakadilan pasar karena hadirnya ketidaksempurnaan pasar. Bahkan cukup banyak contoh bukti keberhasilan koperasi dalam membangun posisi tawar bersama dalam berbagai konstelasi perundingan, baik dalam tingkatan bisnis mikro hingga tingkatan kesepakatan internasional. Oleh karena itu banyak Pemerintah di dunia yang menganggap adanya persamaan tujuan negara dan tujuan koperasi sehingga dapat bekerjasama.

Meskipun demikian di negeri kita sejarah pengenalan koperasi didorong oleh keyakinan para Bapak Bangsa untuk mengantar perekonomian Bangsa Indonesia menuju pada suatu kemakmuran dalam kebersamaan dengan semboyan "makmur dalam kebersamaan dan bersama dalam kemakmuran". Kondisi obyektif yang hidup dan pengetahuan masyarakat kita hingga tiga dasawarsa setelah kemerdekaan memang memaksa kita untuk memilih menggunakan cara itu. Persoalan pengembangan koperasi di Indonesia sering dicemooh seolah sedang menegakan benang basah. Pemerintah di negara-negara berkembang memainkan peran ganda dalam pengembangan koperasi dalam fungsi "regulatory" dan "development". Tidak jarang peran ”development”  justru tidak mendewasakan koperasi.

Koperasi sejak kelahiranya disadari sebagai suatu upaya untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama. Oleh karena itu dasar "self help and cooperation" atau "individualitet dan solidaritet" selalu disebut bersamaan sebagai dasar pendirian koperasi. Sejak akhir abad yang lalu gerakan koperasi dunia kembali memperbaharui tekadnya dengan menyatakan keharusan untuk kembali pada jati diri yang berupa nilai-nilai dan nilai etik serta prinsip-prinsip koperasi, sembari menyatakan diri sebagai badan usaha dengan pengelolaan demoktratis dan pengawasan bersama atas keanggotaan yang terbuka dan sukarela. Menghadapi milenium baru dan globalisasi kembali menegaskan pentingnya nilai etik yang harus dijunjung tinggi berupa: kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan kepedulian kepada pihak lain (honesty, openness, social responsibility and caring for others) (ICA,1995). Runtuhnya rejim sosialis Blok-Timur dan kemajuan di bagian dunia lainnya seperti Afrika telah menjadikan gerakan koperasi dunia kini praktis sudah menjangkau semua negara di dunia, sehingga telah menyatu secara utuh. Dan kini keyakinan tentang jalan koperasi itu telah menemukan bentuk gerakan global.

Koperasi Indonesia memang tidak tumbuh secemerlang sejarah koperasi di Barat dan sebagian lain tidak berhasil ditumbuhkan dengan percepatan yang beriringan dengan kepentingan program pembangunan lainnya oleh Pemerintah. Krisis ekonomi telah meninggalkan pelajaran baru, bahwa ketika Pemerintah tidak berdaya lagi dan tidak memungkinkan untuk mengembangkan intervensi melalui program yang dilewatkan koperasi justru terkuak kekuatan swadaya koperasi.

Di bawah arus rasionalisasi subsidi dan independensi perbankan ternyata koperasi mampu menyumbang sepertiga pasar kredit mikro di tanah air yang sangat dibutuhkan masyarakat luas secara produktif dan kompetitif. Bahkan koperasi masih mampu menjangkau pelayanan kepada lebih dari 11 juta nasabah, jauh diatas kemampuan kepiawaian perbankan yang megah sekalipun. Namun demikian karakter koperasi Indonesia yang kecil-kecil dan tidak bersatu dalam suatu sistem koperasi menjadikannya tidak terlihat perannya yang begitu nyata.

Lingkungan keterbukaan dan desentralisasi memberi tantangan dan kesempatan baru membangun kekuatan swadaya koperasi yang ada menuju koperasi  yang sehat dan kokoh bersatu.

Menyambut pengeseran tatanan ekonomi dunia yang terbuka dan bersaing secara ketat, gerakan koperasi dunia telah menetapkan prinsip dasar untuk membangun tindakan bersama. Tindakan bersama tersebut terdiri dari tujuh garis perjuangan sebagai berikut :

­Pertama, koperasi akan mampu berperan secara baik kepada masyarakat ketika koperasi secara benar berjalan sesuai jati dirinya sebagai suatu organisasi otonom, lembaga yang diawasi anggotanya dan bila mereka tetap berpegang pada nilai dan prinsip koperasi;
Kedua, potensi koperasi dapat diwujudkan semaksimal mungkin hanya bila kekhususan koperasi dihormati dalam peraturan perundangan;
Ketiga, koperasi dapat mencapai tujuannya bila mereka diakui keberadaannya dan aktifitasnya;
Keempat, koperasi dapat hidup seperti layaknya perusahaan lainnya bila terjadi "fair playing field";
Kelima, pemerintah harus memberikan aturan main yang jelas, tetapi koperasi dapat dan harus mengatur dirinya sendiri di dalam lingkungan mereka (self-regulation);
Keenam, koperasi adalah milik anggota dimana saham adalah modal dasar, sehingga mereka harus mengembangkan sumberdayanya dengan tidak mengancam identitas dan jatidirinya, dan;
Ketujuh, bantuan pengembangan dapat berarti penting bagi pertumbuhan koperasi, namun akan lebih efektif bila dipandang sebagai kemitraan dengan menjunjung tinggi hakekat koperasi dan diselenggarakan dalam kerangka jaringan.

Bagi koperasi Indonesia membangun kesejahteraan dalam kebersamaan telah cukup memiliki kekuatan dasar kekuatan gerakan. Daerah otonom harus menjadi basis penyatuan kekuatan koperasi untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan lokal dan arus pengaliran surplus dari bawah. Ada baiknya koperasi Indoensia melihat kembali hasil kongres 1947 untuk melihat basis penguatan koperasi pada tiga pilar kredit, produksi dan konsumsi (Adakah keberanian melakukan restrukturisasi koperasi oleh gerakan koperasi sendiri?)   

Dengan mengembalikan koperasi pada fungsinya (sebagai gerakan ekonomi) atas prinsip dan nilai dasarnya, koperasi akan semakin mampu menampilkan wajah yang sesungguhnya menuju keadaan "bersama dalam kesejahteraan" dan "sejahtera dalam kebersamaan”.


Jakarta, 8 Juli 2003




Oleh: Dr. Noer Soetrisno --
Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKM, Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

 

Senin, 22 Juli 2013

Civil Society


Civil Society


Bahruddin[1]

 tag: arti civil socity, makna,

Pertamakali konsep civil society, menurut para pakar ilmu-ilmu sosial, diperkenalkan oleh Adam Ferguson seorang filsuf Skotlandia dengan bukunya yang dia tulis An Essay on the History of Civil society (1773). Namun yang memulai melengkapi analisisnya pada kelompok-kelompok masyarakat yang mengantarkan kepentingan rakyat kepada para pengambil kebijakan baru pada abad ke–20 yakni Alexis de Tocquaville dengan bukunya Democracy in America (1969). “Bapak” civil society Indonesia – AS Hikam yang menulis desertasinya dengan judul: “Negara, Politik Masyarakat dan Madani, dalam Pergerakan Sosialnya dibawah Orde Baru” Pada tahun 1995 dalam mendevinisikan civil society juga merujuk pada pemikiran Tocquaville. Yakni  wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain: kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), dan keswadayaan (self-supporting), kemandirian tinggi “berhadapan” dengan negara, dan keterikatan tinggi dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti warganya (1996)

 

Fungsi civil society dalam hubungannya dengan negara ekstrimnya ada dua madzhab besar yang berbeda. Yang satu sebagai komplementer negara, yang satunya berposisi diametral dengan negara atau sebagai tandingan negara (counterbalancing the state / countervailing forces).  Hikam menambahkan fungsi subtitutor yang lebih dekat dengan fungsi komplementer yakni kalangan civil society melakukan serangkaian aktivitas yang belum atau tidak dilakukan negara dalam kaitannya sebagai institusi yang melayani kepentingan masyarakat luas. Dalam ranah kiprahnya, prototipe civil society juga disebut-sebut berada di dua ranah yang berbeda yakni di ranah budaya (horisontal) yang lebih menekankan pada keberadaban (civility) dan persaudaraan (fraternity) dan ranah politik (vertikal) yang lebih menekankan pada kekuatan tandingan (counter of hegemony).



[1] Ketua RW 01 Kelurahan Kalibening Kecamatan Tingkir Salatiga

Kamis, 18 Juli 2013

Artiklel About Young and Leader


When we talk about youngsters, we often find in many articles and we ourselves even witness the great role of youth participation in developing, favoring, and supporting the development of nation. They are the hope of nation who will carry out the struggle for the sake of brighter future of the country. Similarly, they are at the same time, the hope of Islamic religion will strive for the sake of Islamic teaching in the next, maintain the Islamic law, who will safeguard the Moslem young generation at large from influence of destructive western style of life, who will be leaders for the next. It was yelled as: TODAY IS YOUNG TOMORROW WILL BE A LEADER.

This statement encourages us to pay attention to the young existence in the future. By knowing all the facts we realize, how important role the young have for the future. The youths supposedly symbolize the force never become weak quickly. For this reason, the former president of Indonesia Soekarno has once said: “GIVE ME TEN YOUTHS WOULD SHAKE THE WORLD”. From this statement we can sum up that Soekarno appreciated the young people more than the old. Why? Because they play significant roles, have great potency and great energy that can be prided. Thanks' Regard