AL
QUR’AN SEBAGAI DASAR PENDIDIKAN
(Analisis
surat Al Alaq 1-5 dan Al Taubah 122)
A.
Pendahuluan
Islam adalah satu-satunya agama samawi yang memberikan perhatian
besar terhadap ilmu pengetahuan.Perhatian ini dibuktikan melalui turunnya wahyu
pertama Qs. Al-Alaq 1-5.Sebagian mufasirin menyatakan bahwa ayat tersebut
sebagai proklamasi dan motivasi terhadap ilmu pengetahuan.Oleh karena itu, kita
harus memberikan skala prioritas yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan. Tanpa
itu, kita akan terus daitur, dijajah, dan didekte oleh bangsa lain yang lebih
tinggi kemajuan ipteknya. Dengan kemajuan iptek kita dapat mensejahterakan
kehidupan umat manusia, dan mengelola alam dengan baik.
Al-Quran merupakan wahyu Allah yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah, diri sendiri, dan lingkungan (fisik, social, budaya),
merupakan
petunjuk etika, kebijaksanaan, dan dapat menjadi grand theory.[1]
Wawasan al-Quran tentang ilmu pengetahuan dalam segala tingkatan
yang ada pada hakikatnya bercorak tauhid, yaitu kesatuan pandangan yang
menegaskan adanya kesatuan sistem ilmu pengetahuan sebagai proses hubungan
dialektis antaradaya-daya ruhaniah manusia dalam usaha memahami ayat-ayat
Tuhan, baik yang terkandung dalam alam, manusia, sejarah, maupun dalam kitab
suci.[2]Wawasan
tauhid tersebut menuntut adanya suatu metodologi yang memungkinkan wawasan
tauhid tersebut dapat diaktualisasikan secara konkret dalam realitas kehidupan.[3]
Karena itu, ilmu pengetahuan yang dalam pendidikan berkedudukan
sebagai objek, seharusnya dapat membangkitkan kesadaran spiritual dan
meningkatkan tanggung jawab moral manusia pada kehidupan di muka bumi, sehingga
kehadirannya memberikan makna dan menjadi rahmat bagi sesamanya.Salah satu di
antara ajaran al-Quran adalah perintah untuk mempelajari segala sesuatu, baik yang
berhubungan dengan dunia maupun akhirat. Jika kita perhatikan ayat yang pertama
kali diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. adalah perintah untuk belajar.
Mengenai wahyu pertama dalam surat Al-Alaq tersebut, terdapat
khilafiyah dikalangan ulama’, Pendapat minoritas mengatakan bahwa surat yang
pertama kali turun yaitu surat Al-Fatihah. Diantara yang berpendapat seperti
itu adalah Syekh Muhammad Abduh dengan dalil riwayat Al-Baihaqi yang ternyata
haditsnya adalah dho’if, dan dalil naqli (secara akal) yang menyatakan bahwa
Allah akan menjelaskan sesuatu dari yang global, sedangkan Al-Fatihah mencakup
penjelasan Al-Qur’an secara global.
B.
Pembahasan
a.
Surat Al Alaq 1-5
Artinya:
"Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah.Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah.Yang mengajarkan
(manusia) dengan perantaraan kalam.Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya."[4]
Identitas: Surat Al-Alaq Makiyah
Iqra terambil
dari akar kata yang berarti menghimpun.[5]Dari
menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami,
meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak.
Mustafa Al Maraghi menjelaskan dalam tafsirnya bahwa arti Iqro
yaitu Allah menjadikan engkau (Muhammad SAW) bisa membaca dengan kehendakNya
yang tadinya engkau tidak bisa membaca. Pakar tafsir yang lain membantah hal
ini karena setelah menerima wahyu ini Muhammad SAW tetap tidak bisa membaca.
Justru Beliau SAW tidak bisa membaca dan menulis adalah sebuah mu’jizat, karena
dengan begitu orang tidak akan ragu mengakui bahwa Al-Qur’an adalah murni wahyu
dari Allah SWT tanpa campur tangan Muhammad SAW (Surah Al Ankabut:48).
Hal itu senada dengan penafsiran Hamka terhadap kataiqra’ dalam surat al-Alaq, bahwa dengan membaca
telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan agama ini selanjutnya.[6]
Dari hasil iqra’ lah umat Islam
pernah menduduki masa keemasan dalam berbagai bidang kehidupan.
Ismun ada
dua pengertian, asumu berarti tinggi dan asimma berarti tanda. Maksudnya adalah
bahwa sebuah nama adalah sebuah tanda dan nama itu ingin selalu ditinggikan.
Rabb artinya adalah pemelihara.Wahyu pertama sampai wahyu ke delapan belas
tidak pernah menggunakan kata Allah tapi menggunakan kata Robb.Surat ke
sembilan belas (Al Ikhlas) baru ditemukan kata Allah untuk menjelaskan
tuhan.Ahli tafsir meneliti redaksi ini dan mendapatkan jawaban bahwa ternyata
orang kafir zaman dulu sudah mengenal kata Allah.
Kholaqo al Insaana Min Alaq “yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah”. Kholaqo
menjadikan atau menciptakan.Menurut ahli tafsir, Allah menggunakan kata kholaqo
karena menekankan kekuasaan dan keagungan Allah SWT dalam penciptaan.Berbeda
dengan kata ja’ala yang digunakan untuk menekankan manfaat dari ciptaan Allah
SWT.Insaan manusia. Menurut Quraish shihab berasal dari 3 kata, nausun artinya
dinamis, unsun artinya jinak dan harmonis, nisyun artinya lupa. Oleh karena itu
manusia haruslah dinamis, jinak, menyukai keharmonisan dan mempunyai sifat
pelupa.
Alaq segumpal
darah. Kenapa Allah menggunakan periode ‘Alaq (segumpal darah) dalam
pembentukan manusia pada ayat ini? Ahli kedokteran menyebutkan bahwa empat
puluh hari pertama setelah pertemuan ovum dan sperma belum menjadi segumpal
darah, oleh karena itu banyak yang membantah ‘alaq diartikan sebagai segumpal
darah. Quraish Shihab menyatakan al ‘alaq bisa diartikan menggantung, dan
ternyata setelah diteliti diketahui bahwa setelah ovum dan sperma bertemu, akan
menggantung di rahim. Isyarat bahwa mengulang-ulang bacaan bismi Rabbik (demi
Allah) akan kmenghasilkan pengetahuan dan wawasa baru, walaupun yang dibaca
masih itu-itu juga. Demikian pesan yang di kandung Iqra’ wa rabbukal akram.[7]
‘Allama Bil Qolam, Kemudian dengan ayat ini Allah menerangkan bahwa
Dia menyediakan kalam sebagai alat untuk menulis, sehingga tulisan itu menjadi
penghubung antar manusia walaupun mereka berjauhan tempat, sebagaimana mereka
berhubungan dengan perantaraan lisan. Kalam sebagai benda pada yang tidak dapat
bergerak dijadikan alat informasi dan komunikasi, maka apakah sulitnya bagi
Allah menjadi Nabi Nya sebagai manusia pilihan Nya bisa membaca, berorientasi
dan dapat pula mengajar.
Allah menyatkan bahwa Dia menjadikan manusia dari ‘Alaq lalu
diajarinya berkomunikasi dengan perantaraan kalam. Pernyataan ini menyatakan
bahwa manusia diciptakan dari sesuatu bahan hina dengan melalui proses, sampai
kepada kesempurnaan sebagai manusia sehingga dapat mengetahui segala rahasia
sesuatu, maka seakan-akan dikatakan kepada mereka, “Perhatikanlah hai manusia
bahwa engkau telah berubah dari tingkat yang paling rendah hingga tingkat yang
paling mulia, hal mana tidak mungkin terjadi kecuali dengan kehendak Allah Yang
Maha Kuasa dan Maha Bijaksana menciptakan segala sesuatu sesuai dengan kehendak
Nya.
‘Allamal Insana Maa Lam Ya’ Lam Kemudian dalam ayat ini Allah menambahkan keterangan
tentang limpahan karunia Nya yang tidak terhingga kepada manusia, bahwa Allah
yang manjadikan Nabi Nya pandai membaca. Dia lah Tuhan yang mengajar manusia
bermacam-macam ilmu pengetahuan yang bermanfaat baginya yang menyebabkan dia
lebih utama dari pada binatang-binatang, sedangkan manusia pada permulaan
hidupnya tidak mengetahui apa-apa.Oleh sebab itu apakah menjadi suatu keanehan
bahwa Dia mengajar Nabi Nya pandai membaca dan mengetahui bermacam-macam ilmu
pengetahuan serta Nabi.
Sedangkan, dalam ajaran Islam
sebenarnya tidak dijumpai adanya dikotomi ilmu pengetahuan.Hal ini terbukti
dalam sejarahnya, terutama antara abad ke 9-14 M Islam pernah mencatat prestasi
yang luar biasa dalam berbagai bidang.Mereka telah membuktikan kesatuan ilmu
yang wajib dipelajari. Seperti Ibnu Sina, selain ahli dalam bidang kedokteran,
filsafat, psikologi, dan musik, dia juga seorang ulama. Al-Khawarizmi adalah
ulama yang ahli matematika.Ibnu Khaldun dikenal sebagai ulama peletak dasar
sosiologi modern.Karya dan penemuan mereka tidak hanya dikenal oleh umat Islam
sendiri.
Pendidikan atau tarbiyah dalam bahasa arab, jika dilihat
dari sudut pandang etimologi (ilmu akar kata) berasal dari tiga kelompok
kata, pertama: raba yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua,
rabiya yarba yang berarti menjadi besar. Dan ketiga, rabba yarubbu
yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntut, menjaga, dan
memelihara diartikan sebagai proses
perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses, perbuatan,
cara mendidik.[8]
Adapun pengertian tentang
pendidikan, meliputi:
1.
Aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadian dengan
jalan membina potensi-potensi pribadinya rohani (pikir, rasa, karsa, cipta dan
budi nurani) dengan jasmani (panca indera serta keterampilan-keterampilan),[9]
2.
Proses pertumbuhan membentuk pengalaman dan perubahan yang
dikehendaki dalam individu dan kelompok melalui interaksi dengan alam dan
lingkungan kehidupan,[10]
Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki
sejumlah potensi (fitrah)[11]dasar
yang masih perlu dikembangkan.Dalam konteks ini, peserta didik (Insan)
merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani ataupun rohani yang belum
mencapai taraf kematangan. Dari segi
rohani, ia memiliki bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan
perlu dikembangkan.
Allah juga menciptakan alam raya (ardh), yang mana manusia
diberi hak untuk memakai dan memanfaatkannya. Allah berfirman dalam surat
al-Baqarah: 29 yang artinya “Dia-lah (Allah) yang menciptakan segala apa
yang a da di muka bumi untukmu”. Gambaran yang diberikan oleh al-Qur’an tentang
hubungan manusia dengan alam atau
hubungan manusia dengan sesamanya adalah gambaran tentang hubungan pengertian
atau persahabatan, karena keduanya sama-sama tunduk kepada Tuhan.[12]
Sebagai khalifah fi al-ardli, Allah membekalinya dengan
pengetahuan, dengan mengajarkan kepadanya nama-nama benda. Melalui
pengetahuannya, manusia meneruskan tugas penciptaan, yaitu membentuk sesuatu
yang sudah ada menjadi sesuatu yang baru, karena alam yang ada bukan seperti
benda cetakan yang sudah selesai, tetapi mengandung potensi perubahan untuk
menampung proses kreatifitas manusia sebagai khalifah-Nya.
Dalam al-Qur’an selanjutnya dijelaskan bahwa ada ti ga hal yang
menjadi objek kajian ilmu, dan ketiganya merupakan kasatuan perwujudan dari
tanda- tanda Tuhan, yaitu[13]:
1)
Ayat-ayat Tuhan yang ada dalam alam semesta.
2)
Ayat-ayat Tuhan yang ada dalam diri manusia dan sejarah.
3)
Ayat-ayat Tuhan yang tersurat dalam kitab suci, antara lain
al-Qur’an sendiri.
Sejak berakhirnya Perang Dunia II muncul upaya untuk membangkitkan
kembali pengetahuan yang sering disebut sebagai pengetahuan tradisional.Upaya
ini dilakukan secara sadar dalam rangka untuk mencari alternatif terhadap ilmu
modern yang mengglobal.
b.
Surat At Taubah 122.
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا
كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ
لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا
إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke
medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S. At- Taubah: 122)[14].
نَفَرَ : Berangkat Perang
فِرْقَةٍ : Kelompok Besar
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari
hukum-hukum yang menyangkut perjuangan.yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami
agama. Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan
menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun
terpenting dalam menyeru kepada Allah SWT dan menegakkan sendi-sendi islam.
Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak disyariatkan
kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari dakwah tersebut, agar jangan
dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.[15]
Menurut riwayat Al-Kalabi dari Ibnu ‘Abbas,
bahwa dia mengatakan, “setelah Alloh SWT mengecam keras terhadap orang-orang
yang tidak menyertai Rosul Saw dalam peperangan, maka tidak seorangpun diantara
kami yang tinggal untuk tidak menyertai bala tentara atau utusan perang buat
selama-lamanya.
Agar tujuan utama dari orang-orang yang
mendalami agama itu karena ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan
memberi peringatan kepada mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan
apa yang mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka takut kepada Alloh SWT
dan berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan, disamping agar seluruh kaum
mukminin mengetahui agama mereka, mampu menyebarkan pada seluruh umat manusia.
Jadi bukan bertujuan supaya memperoleh kepemimpinan dan kedudukan yang tinggi serta
mengungguli kebanyakan orang-orang lain, atau bertujuan memperoleh harta dan
meniru orang dzalim dan para penindas dalam berpakaian, berkendaraan maupun
dalam persaingan diantara sesama mereka.
Ayat tersebut merupakan isyarat
tentang wajibnya pendalaman agama dan bersedia mengajarkannya ditempat-tempat
pemukiman serta memahamkan orang-orang lain kepada agama, sebanyak yang dapat
memperbaiki keadaan mereka.Sehingga mereka tidak bodoh lagi tentang hukum-hukum
agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap mu’min.
Orang-orang yang beruntung, dirinya
memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dengan maksud seperti ini.Mereka
mendapat kedudukan yang tinggi disisi Alloh SWT, dan tidak kalah tingginya dari
kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan kalimat
Alloh SWT, membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka boleh jadi lebih utama
dari pejuang pada situasi lain ketika mempertahankan agama menjadi wajib
‘ain bagi setiap orang.[16]Berdasarkan keterangan ini, maka
mempelajari fikih termasuk wajib, walaupun sebenarnya kata tafaqquh tersebut
makna umumnya adalah memperdalam ilmu agama, termasuk ilmu fikih, ilmu kalam,
ilmu tafsir, ilmu tasawuf dan sebagainya.[17]
KESIMPULAN
Manusia
dijadikan dari ’Alaq (yang melekat), Perintah menyuruh baca kepada
Nabi Muhammad saw dan dengan perintah tersebut Nabi terus pandai membaca.
Manusia yang pada mulanya tidak mengetahui apa-apa, lalu pandai membaca,
menulis dan mendapat ilmu pengetahuan berharga.
Di dalam ayat-ayat ini (surat Al’Alaq) terdapat peringatan
tentang awal mula penciptaan manusia adalah dari segumpal darah. Di antara
kemurahan Allah ta’ala adalah mengajarkan kepada manusia tentang hal yang tidak
mereka ketahui.Lalu Allah mengangkat derajatnya dan memuliakannya dengan
ilmu.Ilmu inilah ukuran yang membedakan antara bapak manusia Adam dengan para
malaikat.
Ilmu
terkadang terdapat di dalam akal pikiran, terkadang di lisan, terkadang di
tulisan tangan.Akal, lisan, dan tulisan.Tulisan selalu berkaitan dengan dua hal
lainnya, tidak sebaliknya.
Dalam Surat At taubah
122, menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan, yaitu
hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya bahwa pendalaman ilmu agama itu
merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti
dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakan
sendi-sendi Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak
di syari’atkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut agar
jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan
munafik.
DAFTAR PUSTAKA
Abudddin Nata, Tafsir
Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir AL-Ayat Al-Tarbawiy), (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2010)
Al-Maroghi, Ahmad Mustofa.Terjemah
Tafsir Al-Maroghi, (Semarang : PT Karya Toha Putra Semarang, 1993).
Departemen Agama RI, Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahannya (Jakarta: Pustaka Amani, 2005).
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 30 (Jakarta: PT Pustaka
Panjimas, 1982).
Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islam integral; upaya
mengintegrasikan kembali dikotomi ilmu dan pendidikan Islam (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005).
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an (Bandung: Mizan,
1994).
_____________, Wawasan Al Qur’an Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai
Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2007).
Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian
Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya (Bandung: Trigenda karya,
1993).
Musa Asy’arie, "Epistemologi dalam perspektif pemi kiran
Islam", dalam Amin Abdullah, dkk.,Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama
Dan Umum (Yogyakarta: Suka Press, 2003).
Musa Asy’arie, "Epistemologi dalam perspektif pemi kiran
Islam", dalam Amin Abdullah, dkk.,Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu Agama
Dan Umum (Yogyakarta: Suka Press, 2003).
Omar Mohammad at-Toumy al-Syaibani,Falsafah pendidikan Islam, terj.
Hasan Langgulung(Jakarta: Bulan Bintang, 1979).
Sutrisno, Pendidikan Islam yang menghidupkan (Studi kritis terhadap
pemikiran pendidikan Fazlur Rahman) (Yogyakarta: Kota Kembang, 2006).
Zuhairini,
Filsafat pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995).
[1] Sutrisno, Pendidikan Islam yang menghidupkan (Studi kritis
terhadap pemikiran pendidikan Fazlur Rahman) (Yogyakarta: Kota Kembang, 2006), hal. 91.
[2]Musa Asy’arie, "Epistemologi dalam perspektif pemi
kiran Islam", dalam Amin Abdullah, dkk.,Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu
Agama Dan Umum (Yogyakarta: Suka Press, 2003), hal. 36.
[3]Ibid
[4]Departemen Agama RI, Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahannya (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), hal. 904
[5]M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an Tafsir Maudhu’I atas
Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2007), hal. 433
[7] M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an Tafsir Maudhu’I atas
Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2007), hal. 434
[8]Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islam integral; upaya
mengintegrasikan kembali dikotomi ilmu dan pendidikan Islam (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005), hal. 99
[10]Omar Mohammad at-Toumy al-Syaibani,Falsafah pendidikan Islam, terj.
Hasan Langgulung(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal.. 399
[11]Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian
Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalnya (Bandung: Trigenda karya,
1993), hal. 13-4.
[13]Musa Asy’arie, "Epistemologi dalam perspektif pemi
kiran Islam", dalam Amin Abdullah, dkk., Menyatukan Kembali Ilmu-Ilmu
Agama Dan Umum (Yogyakarta: Suka Press, 2003), hal.35
[14]Departemen Agama RI, Al-Qur’an al-Karim dan Terjemahannya (Jakarta: Pustaka Amani, 2005), hal. 277
[15]Al-Maroghi, Ahmad Mustofa.Terjemah
Tafsir Al-Maroghi, (Semarang : PT Karya Toha Putra Semarang, 1993), hlm. 84-85
[16]Al-Maroghi, Ahmad Mustofa.Terjemah
Tafsir Al-Maroghi, (Semarang : PT Karya Toha Putra Semarang, 1993), hlm.
83-87
[17]Abudddin
Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir AL-Ayat Al-Tarbawiy),
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h. 159
0 komentar:
Posting Komentar